BERGURU POLITICAL EDUCATION

BY AKHDAN RAMADHANI - WEDNESDAY, APRIL 17, 2019


17 April 2019 dimana menjadikan banyak masyarakat milenial Indonesia yang awalnya buta politik hijrah menjadi masyarakat yang melek politik.  Bahkan karena saking melek politik, sebagian masyarakat yang hijrah untuk menjadi bagian dari kaum-kaum tersebut begitu buas berargumentasi, hajar sana-sini, untuk menunjukkan bahwasanya mereka kaum intelek berpolitik.
(FOTO : PIXABAY)

Menurut riset yang dilakukan oleh Alvara, mengatakan bahwa pada kontenstasi pemilu 2019 ini, 40-45 persen jumlah suara dihasilkan dari kaum milenial. Sedangkan dari hasil riset itupun menunjukkan bahwa hanya 22 persen kaum milenial yang melek politik. Nah, disini bisa kita tarik dari angka 22 persen tersebut berapa persen-kah yang benar-benar memahami politik dengan baik dan memahami politik dengan mentah berdasarkan propaganda yang diciptakan oleh beberapa media nasional serta media asing.
Kenaikan jumlah kaum milenial yang melek akan politik sudah sewajarnya kita apresiasi. Namun sudah sewajarnya pula para kaum milenial yang melek akan politik mempelajari dengan bijak bagaimana permainan-permainan yang di set-up oleh para pemain dalam kontenstasi politik tersebut. Kebanyakan mereka karena hanya membaca atau mendengarkan informasi dari media maka dengan buasnya menyerang political player yang dianggap berseberangan dengan pola pikir mereka ataupun berseberangan dengan tokoh politik idola mereka tanpa melihat riset dan fakta di lapangan.
Menelan informasi secara mentah dan minimnya daya literasi mungkin sudah menjadi culture bangsa yang besar ini. Miris memang, membenarkan informasi malah di caci maki, diam pun di anggap pasif. Inilah pentingnya keberadaan pendidikan politik sejak kecil. Entah itu di dunia pendidikan maupun di kehidupan bermasyarakat.
Sayangnya lagi,  ketika rasa ingin untuk mempelajari political education tersebut seolah-olah kita dibuat bingung untuk belajar kepada siapa. Karena faktanya tidak ada di bangsa ini political player, tokoh politik, pengamat politik, bahkan sekaliber guru besar pun yang netral. Belajar political education dengan si A ujung-ujungnya menggiring opini bahwasanya si-B lebih baik daripada si-C. Membaca buku si-D ujung-ujungya menggiring narasi bahwasanya si-B lebih buruk daripada si-C.
Dilema yang muncul semakin membuat bingung kita untuk berguru political education kepada siapa. Berserah diri kepada yang maha kuasa atau bertanya pada rumput yang bergoyang?.

Komentar

  1. Berserah diri kepada Allah swt. Karna semua yang ada di dunia diatur oleh Allah swt. Allahuakbar!!!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

GUNUNG LAWU, SAYANGI LUTUT ANDA...

ANTARA TUGU DAN MAHAMERU

WHEN BAKPIA MEET CARICA